Kode Etik Jurnalistik

 Kode etik jurnalistik dirumuskan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melalui Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI).


Penyusunan dilaksanakan mulai tanggal 1 September 1999 yang awalnya dibuat oleh 26 organisasi wartawan di Bandung. Pada tanggal 14 Maret 2006, kode etik jurnalistik disempurnakan kembali oleh 29 organisasi wartawan di Jakarta dan termuat dalam lampiran SK Dewan Pers No. 03/SK-DP/III 2006 tentang kode etik jurnalistik tanggal 24 Maret 2006 (Yunus, 2012). 


Kode etik jurnalistik berisi mengenai kemerdekaan pers dan pemenuhan hak publik untuk informasi yang benar. Wartawan Indonesia perlu menaati pasal-pasal yang termuat dalam sebelas pasal Kode Etik Jurnalistik (KEJ). 


Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Pasal.


 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.


 Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.


 Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. 


Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.


 Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. 


Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

 Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. 


Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.


 Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.


 Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.